Pengertian kode etik jurnalistik adalah serangkaian bentuk norma yang ditetapkan dan diterima oleh sekelompok para pewarta dalam menyebarkan berita (Menurut Yuwono). Para pewarta tersebut biasa dikenal dengan jurnalis atau wartawan. Apakah Anda juga seorang jurnalis yang bertugas untuk mencari, mengolah dan menyebarluaskan berita?

Jika iya, maka Anda wajib untuk memahami dan mematuhi tentang kode etik dalam dunia jurnalistik. Di era digital seperti saat ini, seorang yang proses kegiatan jurnalistiknya melalui media digital disebut juga dengan kreator konten. Meskipun dalam dunia digital, namun para pewarta tetap harus mengikuti kode etik yang sudah ditetapkan.

Adanya kode etik tersebut juga dapat meminimalisir berkembangnya berita hoax yang meresahkan masyarakat. Umumnya pembuat berita palsu dan menyebarkannya tersebut tidak mematuhi tentang kode etik tersebut. Namun bisa jadi mereka tidak memahami apa saja pasal-pasal yang terkandung dalam kode etik kejurnalistikan ini.

Memahami 11 kode etik jurnalistik, Sumber: kompas.com
Memahami 11 kode etik jurnalistik, Sumber: kompas.com

11 Kode Etik Jurnalistik

Siapa pihak yang menetapkan kode etik ini? Kode etik jurnalistik ditetapkan oleh Dewan Pers dan disepakati oleh organisasi wartawan. 

Kode etik tersebut telah dipaparkan dalam Peraturan Dewan Pers Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik Sebagai Peraturan Dewan Pers. Simak penjelasannya di bawah ini.

1. Pasal 1

Di dalam pasal 1 tertulis bahwa wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Independen disini berarti memberitakan suatu peristiwa sesuai dengan fakta dan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain. Pihak lain tersebut termasuk dari pemilik perusahaan pers.

Akurat disini berarti dapat dipercaya benar sesuai dengan keadaan objektif ketika peristiwa tersebut terjadi. Kemudian maksud dari berimbang adalah semua pihak mendapat kesempatan yang setara. Lalu tidak beritikad buruk, maksudnya tidak ada niatan secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.

2. Pasal 2

Pasal yang kedua tertulis, wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Cara-cara profesional yang dimaksud diantaranya meliputi sebagai berikut:

  • Menunjukkan identitas diri kepada narasumber,
  • Menghormati hak privasi,
  • Tidak menyuap,
  • Menghasilkan berita yang faktual dan jelas darimana sumbernya,
  • Rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang,
  • Menghormati segala pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, dan suara.

3. Pasal 3

Isi dari pasal 3 tertulis bahwa wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Para wartawan perlu menguji informasi dengan melakukan check and recheck mengenai kebenaran suatu informasi.

Para wartawan juga perlu memberitakan sesuatu hal secara berimbang, yakni dengan memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional. Kemudian maksud opini yang menghakimi disini adalah pendapat pribadi wartawan.

Hal tersebut tentu saja berbeda dengan opini interpretatif, yakni pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta. Lalu maksud dari asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.

4. Pasal 4

Pada pasal 4 disebutkan bahwa wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Maksud dari berita bohong adalah sesuatu hal yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. Untuk fitnah tentu saja berupa tuduhan tanpa dasar yang dilakukan.

Maksud sadis disini berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan. Kemudian untuk cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi. 

Lalu di dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.

5. Pasal 5

Di dalam kode etik jurnalistik pasal 5 tertulis bahwa wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan

menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Identitas disini berarti merujuk pada semua data dan informasi yang menyangkut tentang diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacaknya. Kemudian yang dimaksud anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan statusnya belum menikah.

Seorang jurnalis harus memberikan informasi sesuai fakta, Sumber: profesi-unm.com
Seorang jurnalis harus memberikan informasi sesuai fakta, Sumber: profesi-unm.com

6. Pasal 6

Untuk pasal 6 tertulis bahwa wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Maksud dari menyalahgunakan profesi disini adalah segala tindakan yang

mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.

Kemudian untuk maksud suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.

7. Pasal 7

Kode etik jurnalistik pada pasal 7 menyatakan bahwa wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.

Maksud dari hak tolak adalah hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya. Kemudian pengertian embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.

Untuk informasi latar belakang yang dimaksud adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumber terkait. Maksud dari “off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.

8. Pasal 8

Di dalam pasal 8 dituliskan bahwa wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa. Serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Prasangka disini adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas. Kemudian untuk diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

9. Pasal 9

Pada pasal 9 tercantum bahwa wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

10. Pasal 10

Untuk pasal 10 menyatakan bahwa wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

11. Pasal 11

Di dalam pasal 11 dituliskan bahwa wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.  Hak jawab disini maksudnya adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.

Kemudian yang dimaksud dengan hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. Lalu maksud dari proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.

Wartawan harus menghormati tentang kehidupan pribadi narasumber, Sumber: barisan.co
Wartawan harus menghormati tentang kehidupan pribadi narasumber, Sumber: barisan.co

Itulah tadi 11 kode etik jurnalistik yang wajib dipahami dan dipatuhi oleh semua jurnalis atau wartawan. Jika Anda termasuk seorang jurnalis, maka Anda perlu mematuhi kode etik yang telah ditetapkan tersebut. Dengan begitu berita yang disampaikan ke publik tetap berkualitas dan tidak merugikan pihak manapun.